Absolusi adalah sebuah pernyataan pengampunan atas dosa-dosa pribadi kepada orang yang bertobat.[1] Kata ini berasal dari bahasa Latin "absolvo" yang berarti membebaskan.[2] Pada zaman Gereja Lama, absolusi diberikan kepada seseorang (disebut juga peniten) yang mengakukan dosanya di depan imam.[2] Berdasarkan pengakuan dosanya, uskup mengucapkan doa absolusi sambil menumpangkan tangannya ke atas orang yang sedang mengaku dosa.[2] Di mana pada abad ke-8 seorang uskup mengucapkan pernyataan pengampunan dosa dalam bahasa Latin yakni: Ego te absolvo a peccatis tuis in nomine Patris et Filli et Spiritus Sancti, yang artinya adalah: "Aku membebaskanmu dari dosa-dosamu dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus."[2] Namun saat ini pengakuan dosa cukup dilakukan secara pribadi di hadapan seorang imam.
Absolusi dapat berupa sebuah pernyataan atau bentuk permohonan, merujuk pada pengampunan yang diberikan oleh Kristus.[1] Absolusi merupakan bagian pokok dari Sakramen Pengakuan Dosa di Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur; namun juga digunakan dalam "pengakuan" di Komuni Anglikan dan sebagian Gereja Lutheran, walaupun tidak dipandang sebagai sakramen. Beberapa reformator gereja Protestan menolak rumusan absolusi, karena menurut mereka dosa seseorang dapat secara langsung diucapkan kepada Tuhan.[2]
Katekismus Gereja Katolik (KGK) menuliskan bahwa hanya Tuhan saja yang dapat mengampuni dosa, dan karena Yesus adalah Putera Allah maka Ia berkuasa mengampuni dosa (Markus 2:7-10). Secara nyata Ia melaksanakan kuasa-Nya tersebut dengan menyatakan: "Dosamu sudah diampuni" (Markus 2:5, Lukas 7:48); dan berkat otoritas ilahi-Nya, Yesus Kristus memberikan kuasa absolusi ini kepada Para Rasul agar dilaksanakan atas nama-Nya sebagai pelayanan pendamaian bagi seseorang dengan Allah (Yohanes 20:21-23, 2 Korintus 5:20).[3] Melalui Sakramen Imamat, kuasa absolusi yang dimiliki Para Rasul diturunkan kepada para imam melalui penahbisan; dengan demikian para imam yang memberikan absolusi bertindak atas nama Kristus sendiri (In persona Christi).
Dosa berat yang dilakukan seseorang merampas persekutuannya dengan Allah dan membuatnya tidak layak untuk menikmati kehidupan kekal bersama-Nya (Lihat: Bobot Dosa); perampasan tersebut dinamakan "siksa dosa abadi" (eternal punishment). Absolusi yang diberikan dalam Sakramen Rekonsiliasi membebaskan peniten dari dosa-dosa, terutama dosa-dosa berat, yang diakui dan disesalinya sehingga ia terhindar dari siksa dosa abadi, atau hukuman kekal, tersebut. Namun ia tetap harus menanggung akibat dari dosa-dosa yang dilakukannya (siksa dosa sementara) dan melakukan silih yang diperlukan seiring dengan pertobatannya (Lihat: Indulgensi).[3]
Absolusi terhadap dosa-dosa seorang peniten dianggap sah jika pelayan Sakramen Tobat (disebut juga bapa pengakuan) memiliki, selain kuasa tahbisan, kewenangan melaksanakan kuasa tersebut terhadap peniten. Kewenangan tersebut berdasarkan hukum atau dari otoritas berwenang sesuai Kanon 969, dan tidak semua imam tertahbis memiliki kewenangan untuk melayani Sakramen Rekonsiliasi.[4] Namun jika peniten berada dalam bahaya maut (kematian), setiap imam walaupun tanpa kewenangan dapat memberikan absolusi secara sah.[4]
Rumusan absolusi yang umum digunakan dalam Ritus Latin:[3]
Sementara Ritus Liturgi Bizantin mengenal beberapa rumusan absolusi berupa doa permohonan yang dengan mengagumkan menyatakan misteri pengampunan; salah satu rumusannya adalah:[3]
Absolusi tidak dapat diberikan secara umum kepada banyak peniten secara bersama-sama tanpa didahului pengakuan pribadi, kecuali syarat-syarat berikut terpenuhi atas penilaian uskup diosesan:[5]
Absolusi sakramental yang diberikan secara bersama (absolusi umum), sebagaimana dijelaskan di atas, menuntut para peniten dalam keadaan layak dan berdisposisi baik; para peniten juga diharapkan untuk membangkitkan penyesalan dalam dirinya masing-masing, dan disyaratkan memiliki niat untuk mengakukan dosa-dosa beratnya secepatnya pada saat yang tepat di mana dirinya masing-masing dapat melakukannya.[5]
Beberapa contoh pemberian absolusi umum misalnya dalam Musibah Pulau Three Mile, absolusi umum diberikan bagi semua umat Katolik yang terancam musibah tersebut,[6] dan kepada para petugas pemadam kebakaran dan polisi—banyak di antara mereka adalah orang Italia dan Irlandia—yang diberangkatkan menuju menara World Trade Center yang terbakar saat peristiwa Serangan 11 September 2001.[7]