Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. Mohon bantu kami mengembangkan artikel ini dengan cara menambahkan rujukan ke sumber tepercaya. Pernyataan tak bersumber bisa saja dipertentangkan dan dihapus.Cari sumber: "Keraton Kanoman" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · JSTOR
Keraton Kanoman Cirebon
Karaton Kanoman

Pintu gerbang masuk Keraton Kanoman
Gapura barat pada komplek Lemah duwur di keraton Kanoman (tahun 1920-1933)
Keraton Kanoman di Kotamadya Cirebon
Keraton Kanoman
Location within Kotamadya Cirebon
Keraton Kanoman di Jawa Barat
Keraton Kanoman
Keraton Kanoman (Jawa Barat)
Keraton Kanoman di Jawa
Keraton Kanoman
Keraton Kanoman (Jawa)
Keraton Kanoman di Indonesia
Keraton Kanoman
Keraton Kanoman (Indonesia)
Informasi umum
JenisIstana/keraton
AlamatJalan Kanoman 40, Lemahwungkuk, Lemahwungkuk, Cirebon
KotaKota Cirebon
Negara Indonesia
Koordinat6°43′35″S 108°34′15″E / 6.726290847074585°S 108.57091691627097°E / -6.726290847074585; 108.57091691627097Koordinat: 6°43′35″S 108°34′15″E / 6.726290847074585°S 108.57091691627097°E / -6.726290847074585; 108.57091691627097
Diresmikan1678; 345 tahun lalu (1678)

Keraton Kanoman adalah salah satu dari dua bangunan kesultanan Cirebon, setelah berdiri keraton Kanoman pada tahun 1678 M kesultanan Cirebon terdiri dari keraton Kasepuhan dan keraton Kanoman. Kebesaran Islam di Jawa bagian barat tidak lepas dari Cirebon. Sunan Gunung Jati adalah orang yang bertanggung jawab menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, sehingga berbicara tentang Cirebon tidak akan lepas dari sosok Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.

Keraton Kanoman didirikan oleh Pangeran Mohamad Badridin atau Pangeran Kertawijaya, yang bergelar Sultan Anom I pada sekitar tahun 1678 M. Keraton Kanoman masih taat memegang adat-istiadat dan pepakem, di antaranya melaksanakan tradisi Grebeg Syawal,seminggu setelah Idul Fitri dan berziarah ke makam leluhur, Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Cirebon Utara. Peninggalan-peninggalan bersejarah di Keraton Kanoman erat kaitannya dengan syiar agama Islam yang giat dilakukan Sunan Gunung Jati, yang juga dikenal dengan Syarif Hidayatullah.

Kompleks Keraton Kanoman yang mempunyai luas sekitar 6 hektare ini berlokasi di belakang pasar Kanoman. Di Kraton ini tinggal sultan ke dua belas yang bernama Raja Muhammad Emiruddin berserta keluarga. Kraton Kanoman merupakan komplek yang luas, yang terdiri dari bangunan kuno. salah satunya saung yang bernama bangsal witana yang merupakan cikal bakal Kraton yang luasnya hampir lima kali lapangan sepak bola.

Di keraton ini masih terdapat barang barang, seperti dua kereta bernama Paksi Naga Liman dan Jempana yang masih terawat baik dan tersimpan di museum. Bentuknya burak, yakni hewan yang dikendarai Nabi Muhammad ketika ia Isra Mi'raj. Tidak jauh dari kereta, terdapat bangsal Jinem, atau Pendopo untuk Menerima tamu, penobatan sultan dan pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi. Dan di bagian tengah Kraton terdapat kompleks bangunan bangunan bernama Siti Hinggil.

Hal yang menarik dari Keraton di Cirebon adalah adanya piring-piring porselen asli Tiongkok yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon. Tak cuma di keraton, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon. Dan yang tidak kalah penting dari Keraton di Cirebon adalah keraton selalu menghadap ke utara. Dan di halamannya ada patung macan sebagai lambang Prabu Siliwangi. Di depan keraton selalu ada alun alun untuk rakyat berkumpul dan pasar sebagai pusat perekonomian, di sebelah timur keraton selalu ada masjid.

Tata letak keraton Kanoman

Kompleks keraton Kanoman merupakan kompleks tertua di Cirebon dikarenakan bangunan Witana yang ada pada bagian belakang komplek ini yang merupakan rumah pangeran Walangsungsang dibangun pada 1428[1] sementara Dalem Agung yang ada disebelah timur kompleks keraton Pakungwati (Kasepuhan) dibangun pada 1430.[2][3][4][5]

Alun alun Kanoman

Area alun alun Kanoman merupakan area terluar dari kompleks keraton Kanoman, pada masa lalu sebelum tahun 1924, alun-alun Kanoman dapat terlihat dari jalan besar di utaranya, di sebelah timurnya adalah tempat aktivitas jual beli masyarakat, di sebelah baratnya ada masjid agung Keraton Kanoman dan di sebelah selatannya adalah area Lemah Duwur yang salah satunya berisi bangunan Mande Manguntur (tempat sultan), namun Belanda yang berniat menjauhkan keraton Kanoman dari rakyat Cirebon akhirnya dengan sengaja memperluas area jual beli masyarakat yang ada disebelah timur alun alun dengan mendirikan pasar diatas sebagian tanah alun alun di sebelah utara sehingga secara sistematis keraton Kanoman tidak bisa langsung terlihat dari jalan besar di utaranya karena sudah tertutup oleh bangunan pasar yang diseleseikan Belanda pada 1924[1]

Pada area alun alun Kanoman sebelah selatan menuju ke area Lemah Duwur terdapat dua buah bangunan yang mengapit jalan masuk menuju Mande Manguntur, bangunan tersebut adalah Pancaratna dan Pancaniti, selain itu juga terdapat dua buah Cungkup tempat menyimpan alu dan lesung yang berada di sebelah timur Pancaniti[6]

Pancaratna pada area alun-alun di komplek keraton Kanoman
Cungkup Alu dan Cungkup Lesung

Lemah duwur (tanah tinggi)

Bangunan Mande Manguntur dan Panggung pada komplek Lemah duwur di keraton Kanoman, kesultanan Kanoman, kota Cirebon (foto: 2018)

Area ini disebut sebagai lemah duwur yang berarti tanah tinggi dikarenakan tanah pada area ini memang lebih tinggi dari halaman sekitarnya. Area Lemah duwur ini dipagar setinggi 1,30 meter dengan bahan bata yang dilabur putih dan dihias dengan piringan keramik (bahasa Cirebon: Jun) pada bagian gapuranya. Pada sisi utara, barat dan selatan pagar bata terdapat gapura untuk memasuki area Lemah duwur. Gapura di sebelah utara memiliki ukuran tinggi 3 meter dan lebar 4 meter, di barat 5 meter dan lebar 4 meter, di selatan 2,50 meter dan lebar 2 meter. Di dalam area ini terdapat 2 bangunan, yaitu Mande Manguntur (tempat sultan) dan Panggung disebelah timurnya

Bangunan Panggung yang terletak di sebelah timur Mande Manguntur pada komplek Lemah duwur di keraton Kanoman, Panggung dipergunakan untuk menggelar pertunjukan (foto : 2017)

Halaman Lawang Seblawong

bagian belakang dari Lawang Seblawong, terlihat piringan keramik menghiasi dindingnya

Halaman ini merupakan halaman yang mengelilingi area Lemah Duwur di sebelah barat dan selatan, pada halaman ini terdapat pintu gerbang besar berbentuk kori agung (paduraksa) yang disebut Lawang Seblawong dan Bale Paseban di sebelah selatannya.

Bale Paseban keraton Kanoman (foto : 2014)

Halaman Tajug Kanoman

Gedong Gajah Mungkur yang berada di sebelah Tajug Kanoman

Pada halaman ini terdapat dua buah bangunan yaitu Tajug Kanoman (mushala Kanoman) dan gedong Gajah Mungkur (tempat menyimpan lonceng besar), untuk memasuki halaman ini dari halaman Seblawong pengunjung harus terlebih dahulu memasuki halaman Jinem Kanoman dari sana terdapat pintu masuk menuju halaman Tajug Kanoman. Halaman Tajug Kanoman dipisahkan dengan halaman Seblawong dan halaman Jinem Kanoman dengan tembok bata yang dilabur putih.

Halaman Jinem Kanoman

Paseban Singabrata pada halaman Jinem Kanoman

Halaman Jinem adalah halaman yang berada di sebelah timur, selatan dan barat dari halaman Tajug Kanoman. Pada halaman ini terdapat beberapa bangunan yaitu, Gedong Pusaka, Paseban Singabrata, Jinem dan Bale Semirang.

Bale Semirang pada kompleks keraton Kanoman
Panorama halaman Jinem Kanoman. Dari kiri ke kanan: 1. Sanggar Kemuning; 2. Gedong Pusaka; 3. Paseban Singabrata; 4. Jinem

Halaman Keraton Kanoman

Halaman keraton Kanoman merupakan halaman yang berada di sebelah selatan halaman Jinem Kanoman, antara halaman Jinem Kanoman dengan halaman Keraton Kanoman dibatasi pagar dengan tinggi sekitar 2 meter. Pada halaman ini terdapat tempat tinggal kerabat kesultanan Kanoman, Kaputren dan Pulantara

Pulantara yang telah direvitalisasi kembali. Pada masa lalu Pulantara sempat dipergunakan sebagai tempat tinggal anak-anak Sultan

Keraton Kanoman sebagai Objek Vital

Keraton Kasepuhan berserta Keraton Kanoman ditetapkan menjadi objek vital yang harus dilindungi. Penilaian tersebut berdasarkan pertimbangan dari institusi kepolisian, dengan adanya penilaian tersebut maka kepolisian setempat wajib menempatkan personilnya untuk melakukan penjagaan di keraton tersebut.[9]

Sebagai bentuk realisasi pengamanan objek vital, maka keraton harus dijaga oleh personil kepolisian

Pranala luar

Referensi

  1. ^ a b Asdhiana, I Made. 2013. Kanoman, Sejarah yang Luka. Jakarta: Kompas.com
  2. ^ Rosmalia. Dini. 2013. Identifikasi Pengaruh Kosmologi pada Lanskap Kraton Kasepuhan di Kota Cirebon. Bandung: Institut Teknologi Bandung
  3. ^ Susilaningrat. R. Chaidir. 2013. Dalem Agung Pakungwati Kraton Kasepuhan Cirebon
  4. ^ Hardhi. TR. 2014. Dakwah Sunan Gunung Jati dalam Proses Islamisasi Kesultanan Cirebon Tahun 1479-1568. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
  5. ^ Fajar, Rizky Nur. 2013. Perancangan Komunikasi Visual Publikasi Buku Seri Keraton Cirebon. Jakarta: Universitas Bina Nusantara
  6. ^ "Tim Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 2011. Keraton Kanoman. Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Provinsi Jawa Barat". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-05-07. Diakses tanggal 2018-05-06. 
  7. ^ "PCBM, Dit. 2018 . Revitalisasi Pulantara Keraton Kanoman. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-05-07. Diakses tanggal 2018-05-07. 
  8. ^ Rahmadsyah, Agung. 2017. Pulantara, Bangunan Megah Keraton Kanoman yang Terancam Lenyap. Jakarta: Sportourism[pranala nonaktif permanen]
  9. ^ "2014 - Pikiran Rakyat - Empat Keraton di Kota Cirebon Menjadi Objek Vital". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-11-28. Diakses tanggal 2014-11-28.