Tahun Baru Jawa (bahasa Jawa: ꦠꦲꦸꦤ꧀ꦲꦚꦂꦗꦮ, translit. Taun Anyar Jawa; Petjo: Javaans Nieuw Jaar ) merupakan perayaan terpenting bagi orang Jawa. Peringatan tahun baru Jawa dimulai pada hari pertama bulan Sura (ꦱꦸꦫ; sura) di penanggalan Jawa yang dibuat oleh Ingkang Sampeyan Ndalem Sri gusti Kanjeng Sinuwun Sultan Agung Prabuhadihanyokrokusumo.
sesuai dengan bulan pertama Muharram dalam kalender Hijriyah.[1] Hal ini diperingati terutama di pulau Jawa, dan daerah atau negara lain dengan populasi suku Jawa yang signifikan, tahun baru Jawa atau dikenal dengan istilah siji sura (satu sura) diperingati tiap tahunnya dan telah menjadi bagian dari budaya tradisional dari masing-masing daerah di Jawa.
Bulan Sura dianggap keramat oleh masyarakat Jawa. Anggapan itu karena sejumlah alasan. Selain karena Sura atau Muharram termasuk bulan yang dimuliakan Allah, banyak peristiwa penting yang terjadi di bulan ini.[2]
Tahun baru Jawa biasanya diperingati pada malam hari setelah terbenamnya matahari. Pandangan dalam masyarakat Jawa, hari ini dianggap kramat terlebih bila jatuh pada jumungah legi (jumat). Untuk sebagian masyarakat pada malam siji sura dilarang untuk ke mana-mana kecuali untuk berdoa ataupun melakukan ibadah lain.
Kalender Jawa berusaha menggabungkan periode peredaran bulan, periode saptawara (mingguan) dan pancawara (pasaran) dan membuat rumusan agar penanggalan mudah dipahami oleh masyarakat luas dengan cara sederhana. Untuk memperoleh rumusan tersebut, maka diambil perhitungan siklus 8 tahun yang disebut windu. Dalam 1 windu, pergantian tahun (tanggal 1 bulan Sura) selalu jatuh pada hari-hari tertentu dan membentuk pola yang akan berulang di windu berikutnya.
Pada awal diterapkannya kalender Jawa pada tahun 1555 Jawa Islam, ditentukan tanggal 1 Sura pada tahun Alip selalu jatuh pada hari Jumat Legi. Namun untuk penyesuaian siklus bulan yang sesungguhnya maka setiap kurup (periode 120 tahun/15 windu) ada 1 hari yang dihilangkan. Pada saat ini, tanggal 1 Sura tahun Alip jatuh pada hari Selasa Pon, karenanya periode ini disebut dengan siklus kurup Alip Selasa Pon/kurup Asapon.
Di bawah, disajikan nama-nama tahun dalam satu windu pada kurup Asapon:
# | Nama tahun | tanggal 1 Sura jatuh pada hari | Hari |
---|---|---|---|
1 | Alip | Selasa Pon | 354 |
2 | Ehé | Sabtu Pahing | 355 |
3 | Jimawal | Kamis Pahing | 354 |
4 | Jé | Senin Legi | 354 |
5 | Dal | Jumat Kliwon | 355 |
6 | Bé | Rabu Kliwon | 354 |
7 | Wawu | Ahad Wage | 354 |
8 | Jimakir | Kamis Pon | 355 |
Total | 2.835 |
Jumlah hari adalah 2.835, genap dibagi 35 hari pasaran.
Setelah diketahui hari pada 1 Sura, untuk menentukan hari pertama setiap bulan maka juga dibuat rumusan untuk memudahkan sebagai berikut:
Rumus | arti |
---|---|
Parluji | Sapar telu siji (3-1) |
Nguwalpatma | Rabiulawal papat lima (4-5) |
Ngukirnemma | Rabiulakhir enem lima (6-5) |
Diwaltupat | Jumadilawal pitu papat (7-4) |
Dilkirropat | Jumadilakhir loro papat (2-4) |
Jeplulu | Rejeb telu-telu (3-3) |
Banmalu | Syaban lima telu (5-3) |
Lannemro | Ramlan (Pasa) enem loro (6-2) |
Waljiro | Syawal siji loro (1-2) |
Dahroji | Dulkaidah loro siji (2-1) |
Jahpatji | Dulkijah papat siji (4-1) |
Penerapan rumus di atas adalah misalnya ingin mengetahui tanggal 1 Ramlan/Pasa tahun Wawu 1953J/2020M pada hari apa, maka langkahnya adalah :
Hari Jawa dimulai saat matahari terbenam (magrib) pada hari sebelumnya, bukan pada tengah malam; dengan demikian, penekanan yang cukup besar ditempatkan pada malam hari pertama bulan Sura.[3][4]
Tradisi malam Tahun Baru Jawa meliputi: