Aji Muhammad Parikesit | |||||
---|---|---|---|---|---|
Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura | |||||
Berkuasa | 14 November 1920 - 21 Juni 1960 | ||||
Penobatan | 14 November 1920 | ||||
Pendahulu | Aji Muhammad Alimuddin | ||||
Penerus | Aji Muhammad Salehuddin II | ||||
Ketua Dewan Federasi Kalimantan Timur | |||||
Berkuasa | 1947 - 1949 | ||||
Presiden Negara Kalimantan Timur Dalam Republik Indonesia Serikat | |||||
Berkuasa | 1948 - 1950 | ||||
Kepala Daerah Istimewa Kutai | |||||
Berkuasa | 1950 - 1960 | ||||
Bupati Kutai Kartanegara | |||||
Berkuasa | 1950 - 1960 | ||||
Informasi pribadi | |||||
Kelahiran | Tenggarong | 27 Januari 1890||||
Kematian | 22 November 1981 Tenggarong | ||||
Pemakaman | Pemakaman Raja-Raja Kutai Kartanegara Beserta Keluarga, Museum Mulawarman | ||||
Wangsa | Kutai Kartanegara | ||||
| |||||
Ayah | Sultan Aji Muhammad Alimuddin | ||||
Ibu | Aji Hasanah atau Aji Ratu Limah Gelar Aji Ratu Rebaya Agung II Binti Aji Pangeran Mangkunegara Bin Sultan Aji Muhammad Sulaiman | ||||
Agama | Islam |
Aji Muhammad Parikesit (dilahirkan dengan nama Aji Kaget) adalah Sultan Kutai Kartanegara ke-19, memerintah dari tahun 1920 sampai 1960 yang juga merupakan sultan terakhir yang memimpin sebelum wilayah Kesultanan Kutai resmi masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia dan menjadi "Daerah Istimewa Kutai".
Lahir dengan nama Aji Kaget, Aji Muhammad Parikesit merupakan putra ke-4 dari Sultan Aji Muhammad Alimuddin serta putra ke-2 dari Permaisuri, yaitu Aji Hasanah gelar Aji Ratu Limah gelar Aji Ratu Rebaya Agung II Binti Aji Pangeran Mangkunegoro Bin Sultan Aji Muhammad Sulaiman. Beliau mempunyai kakak kandung bernama Aji Meleng yang meninggal pada usia belia.
Dari kecil beliau dididik oleh nendanya Aji Muhammad Sulaiman. Kemudian beliau masuk sekolah Belanda di Samarinda tahun 1905 dan pada tahun 1909 beliau mendapat gelar Adji Endje Renik. Pada tahun itu, beliau masuk sekolah Instituut Bos di Batavia (sekarang Jakarta). Pada tahun 1910 ayahandanya wafat, tetapi karena umur beliau masih belia, maka Pemerintahan Kutai dipegang oleh Dewan Perwalian yang dipimpin oleh Aji Pangeran Mangkunegoro
Pada tahun 1911 beliau menempuh ujian P.H.S., dan dua tahun berselang beliau pindah ke Serang untuk menempuh pendidikan di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren. Pada tahun 1917, beliau kembali ke Kutai karena Aji Pangeran Mangkunegoro ingin mendidik beliau dalam menjalankan pemerintahan dan untuk mengenali adat lembaga negeri. Tahun 1918 beliau diberi gelar Aji Pangeran Adipati Praboe Anoem Soeria Adi Ningrat.
Pada tanggal 14 November 1920, beliau ditabalkan menjadi Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura ke 19. Untuk memperluas ilmu dan pengetahuan, pada tahun 1928 beliau dan Permaisuri pergi ke negeri Belanda untuk menempuh pendidikan. Saat di Belanda, beliau dihadiahi gelar Officier der Orde van Oranje Nassau dari Kerajaan Belanda.
Sultan Adji Muhammad Parikesit mempunyai 2 orang Permaisuri serta 9 orang Selir dan 20 Putra-Putri serta 1 Putri Angkat dari Selir diantaranya :
Awal pemerintahan Sultan Aji Muhammad Parikesit ditandai dengan berakhirnya masa pemerintahan perwalian Kesultanan yang dipimpin oleh Aji Pangeran Mangkunegara pada tanggal 14 November 1920. Sultan Aji Muhammad Parikesit pun berkuasa secara penuh dan menjalankan roda pemerintahan yang telah diwariskan oleh para pendahulu beliau.
Sultan Aji Muhammad Parikesit dibantu oleh tiga orang menteri yang memegang Pemerintahan Kesultanan. Adapun seluruh daerah Kesultanan Kutai itu terbagi atas tiga onderafdeling, yaitu Kutai Barat, Kutai Timur dan Balikpapan. Ibu negeri yang pertama ialah Tenggarong, yang kedua Samarinda dan yang ketiga Balikpapan. Lalu ketiga onderafdeling itu terbagi lagi atas 17 buah district. Menurut cacah jiwa tahun 1934, banyaknya penduduk kesultanan Kutai sekitar 106.559 jiwa, kecuali orang yang bekerja pada Maatschappij.
Selama Sultan Aji Muhammad Parikesit memerintah, banyak sekali perubahan susunan Pemerintahan, sehingga pemerintahan pada zamannya hampir tidak ada bedanya lagi dengan susunan Pemerintahan Daerah Goebernemen. Pada tahun 1931 telah diadakan sebuah persidangan yang bernama Hoofdenvergadering. Sekalian para kepala onderafdeling, district dan onderdistrict yang diundang untuk menghadiri rapat itu akan membicarakan soal-soal yang penting. Yang memimpin rapat itu adalah Sultan Kutai dengan Asisten-Residen. Rapat itu diadakan setiap 4 bulan sekali. Untuk mengadakan rapat itu telah didirikan sebuah gedung yang besar dengan perabotan yang modern dan disana jugalah tempat Sultan bekerja. Lalu, mulai pada tahun 1926 diadakan dua macam pengadilan, yaitu: Kerapatan Besar dan Kerapatan Kecil. Kerapatan Besar terdapat di Tenggarong dan Kerapatan Kecil terdapat di tiap-tiap district dan onderdistrict.[1]
Sultan Aji Muhammad Parikesit sering melakukan kunjungan ke daerah-daerah di wilayah Kesultanan saat itu untuk mengetahui keluhan masyarakat terutama permasalahan yang dihadapi masyarakat utamanya.
Pemerintahan Jepang saat itu sedang gencar-gencarnya menghadapi perang Asia Timur Raya melawan negara Sekutu. Untuk memudahkan mengamankan wilayah Jepang dibagian selatan Kalimantan saat itu maka pemerintah Jepang diwakili oleh Laksamana Madya Sueto Hirose (Komandan Pangkalan Angkatan Laut Khusus Jepang Ke 22) dan rombongan tiba di Istana Kutai pada 19 April 1942 untuk meminta izin kepada Sultan Aji Muhammad Parikesit agar kendaraan militer mereka dapat melewati wilayah Jembayan. Maka Sultan Aji Muhammad Parikesit mengizinkan tentara Jepang untuk melewati Jembayan dan pada saat itu kendaraan militer Jepang tidak dapat melewati Jembayan maka dari itu Sultan bersama rakyat serta Panglima Djaya yaitu Panglima Kesultanan Kutai saat itu membangun jembatan agar kendaraan militer Jepang dapat melewati Jembayan. Untuk mengenang jasa Sultan Aji Muhammad Parikesit maka Kaisar Jepang saat itu memberikan hadiah bendera kekaisaran Jepang dan gelar Koo Kutai kepada Sultan sebagai pengingat persahabatan antara Kesultanan Kutai Kartanegara dan Kekaisaran Jepang.
Untuk mempertahankan stabilitas politik dan keamanan di timur Kalimantan yang memanas saat itu, maka Kesultanan yang ada di Kalimantan Timur saat itu menyatakan berdirinya Dewan Federasi Kalimantan Timur yang terdiri dari Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Kesultanan Sambaliung, Kesultanan Gunung Tabur, Kesultanan Bulungan.
Pada tanggal 12 Mei 1947 Dewan Federasi Kalimantan Timur saat itu menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia Serikat memakai sistem negara federal. Maka pada saat itu berdiri Negara Kalimantan Timur yang beribukota di Samarinda. Negara Kalimantan Timur menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat sebagai Daerah Otonom serta wilayah yang menjadi Negara Kalimantan Timur diantaranya Federasi Kalimantan Timur, Paser, Tidung, Tanah Bumbu. Bentuk pemerintahan Negara Kalimantan Timur dipimpin oleh Sultan Aji Muhammad Parikesit yang pada saat itu sebagai Ketua Dewan Federasi Kalimantan Timur dan beliau ditunjuk menjadi Presiden Negara Kalimantan Timur atau Ketua Dewan Eksekutif Negara Kalimantan Timur dan sebagai Perdana Menteri Negara Kalimantan Timur ialah Aji Pangeran Sosronegoro I. Wilayah Negara Kalimantan Timur saat itu sebesar 200.000 km2. Setelah dilakukan konferensi meja bundar maka disepakati pembubaran Republik Indonesia Serikat pada tahun 1950 karena dinilai mewarisi kolonialisme Belanda. Setelah dilakukan pembubaran Republik Indonesia Serikat maka Negara Kalimantan Timur pun dibubarkan pada tanggal 24 Maret 1950. Kesultanan Kutai pun turut ambil bagian dalam konferensi meja bundar dengan mengirim wakilnya yakni Aji Pangeran Kertanegara.
Setelah itu Negara Kalimantan Timur terpecah menjadi Daerah Istimewa yakni terbentuknya Daerah Istimewa Kutai, Daerah Istimewa Berau, Daerah Istimewa Bulungan dan lainnya. Daerah Istimewa Kutai pun didirikan dengan bentuk sebagai Kabupaten Kutai Kartanegara dari tahun 1950 Setelah Negara Kalimantan Timur dibubarkan maka Sultan Aji Muhammad Parikesit memegang tampuk sebagai Kepala Daerah Istimewa Kutai sekaligus sebagai Bupati Kutai Kartanegara yang pertama yang memiliki otoritas penuh untuk menjalankan pemerintahan dibawah kendali Pemerintah Republik Indonesia. Kemudian status Daerah Istimewa Kutai dihapuskan pada tahun 1960.
Setelah resmi Daerah Istimewa Kutai dihapuskan pada tahun 1960 maka pada tanggal 21 Januari 1960 tepat pada jam 11.15 Wita Sultan Aji Muhammad Parikesit mengumumkan bahwa Kesultanan Kutai Kartanegara resmi dibubarkan dan diserahkan kepada pemerintah daerah melalui Sidang Khusus DPRD Daerah Istimewa Kutai, yang diselenggarakan di Balairung Keraton Sultan Kutai, Tenggarong. Maka sejak saat Sultan Aji Muhammad Parikesit secara resmi turun takhta serta sejak itu pula Sultan Aji Muhammad Parikesit beserta keluarganya dan keturunannya hidup sebagai rakyat biasa.[2]
Sultan Aji Muhammad Parikesit wafat dalam kesederhanaan dalam usia 91 tahun pada hari Minggu, 22 November 1981 atau 19 Muharram 1402 Hijriah di Roemah Besar Aji Pangeran Ratu IV Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Melayu, Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai. Jenazah Mendiang Sultan Dibawa Ke Istana Baru atau Museum Mulawarman untuk disemayamkan serta memberi kesempatan untuk para kerabat, keturunan beliau dan masyarakat umum untuk memberikan penghormatan terakhir kepada mendiang Sultan. Sultan dimakamkan Di Makam Istana Kerajaan Kompleks Istana Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura yang sekarang digunakan sebagai Museum Mulawarman. Beliau meninggalkan 21 orang anak dan sejumlah cucu . Untuk menghormati Sultan AM Parikesit pemerintah kabupaten kutai kartanegara mengabadikan nama Sultan sebagai nama rumah sakit terbesar di Kutai Kartanegara RSUD Aji Muhammad Parikesit. Sultan Aji Muhammad Parikesit merupakan Raja Terakhir Yang Memerintah Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura Dan Hampir Seluruh Kalimantan Timur Kecuali Paser dan Berau.
Sultan Aji Muhammad Muslihuddin | ||||||||||||||||
Sultan Aji Muhammad Salehuddin I | ||||||||||||||||
Aji Ratu Tatin | ||||||||||||||||
Sultan Aji Muhammad Sulaiman | ||||||||||||||||
Aji Pangeran Berajanata | ||||||||||||||||
Aji Ratu Zuziah | ||||||||||||||||
Isteri Aji Pangeran Berajanata | ||||||||||||||||
Sultan Aji Muhammad Alimuddin | ||||||||||||||||
Datu Muhammad dari Sulu | ||||||||||||||||
Aji Ratu Rubia | ||||||||||||||||
Puteri Aji Tallo | ||||||||||||||||
Sultan Aji Muhammad Parikesit | ||||||||||||||||
Sultan Aji Muhammad Salehuddin I | ||||||||||||||||
Sultan Aji Muhammad Sulaiman | ||||||||||||||||
Aji Ratu Tatin | ||||||||||||||||
Aji Pangeran Mangkunegara | ||||||||||||||||
Aji Raga Gelar Aji Pangeran Seri Bangun II | ||||||||||||||||
Aji Soja gelar Aji Raden Rebaya Agung I | ||||||||||||||||
Sim Luan Nio | ||||||||||||||||
Aji Ratu Limah | ||||||||||||||||
Dayang Kamsah | ||||||||||||||||
Silsilah Keluarga Besar Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura
Didahului oleh: Aji Muhammad Alimuddin |
Sultan Kutai Kartanegara 1920–1981 |
Diteruskan oleh: Aji Muhammad Salehuddin II |