Bintang Sakti | |
---|---|
Dianugerahkan oleh Presiden Indonesia | |
Tipe | Bintang Militer |
Dibentuk | 1958 |
Negara | Indonesia |
Kelayakan | Militer |
Status | Masih dianugerahkan |
Prioritas | |
Tingkat lebih tinggi | Bintang Mahaputera |
Tingkat lebih rendah | Bintang Yudha Dharma |
Setingkat | |
Bintang Sakti adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk menghormati keberanian dan ketabahan tekad seorang prajurit yang melebihi panggilan kewajiban dalam operasi militer.[1] Penghargaan ini ditetapkan secara resmi pada tahun 1958.[2] Bintang ini berada setingkat di bawah Bintang Mahaputera dan tidak memiliki kelas di dalamnya.[3]
Bintang Sakti diberikan kepada mereka yang secara luar biasa menunjukkan keberanian, ketabahan tekadnya, dan sifat kepahlawanan yang melampaui panggilan kewajiban dalam tugas operasi militer. Bintang ini juga dapat diberikan kepada warga sipil yang memenuhi ketentuan tersebut.[1] Penerima bintang ini berhak untuk dimakamkan di taman makam pahlawan. Sebagai pemberi tanda kehormatan, Presiden Indonesia, secara langsung menjadi pemilik tanda kehormatan ini.[4]
Bintang Sakti berbentuk sebuah bintang bersudut tujuh yang dibuat dari logam berwarna perak. Tepat di tengah bintang terdapat tulisan "MAHAWIRA". Dalam bahasa Sanskerta, kata ini memiliki arti "Mahaberani".[5] Tulisan ini diapit oleh setangkai padi di sisi kiri dan kapas di sisi kanannya. Penerima penghargaan ini akan mendapatkan bintang dalam bentuk kalung, patra, dan miniatur.[2][6]
Nama | Gelar/Jasa | Dasar hukum | Tanggal | Ref. |
---|---|---|---|---|
Achmad Kirang | Operasi Woyla | Keppres No.13/TK/1981 | 28 Maret 1981 | [7][8] |
Benny Moerdani | Operasi Trikora | 19 Februari 1963 | [5][9] | |
Joko Widodo | Presiden Republik Indonesia | Keppres No.112/TK/2014 | 19 Oktober 2014 | |
Soeharto | Keppres No.29/TK/1998 | 27 Mei 1998 | [10] | |
Soekarno | Pasal 3 UU Darurat No. 4 Tahun 1959 | 1959 | [11] | |
Susilo Bambang Yudhoyono | Keppres No.83/TK/2004 | 27 Oktober 2004 | ||
Teddy Rusdy | Operasi Trikora | [12] | ||
Untung Syamsuri | 19 Februari 1963 | [5][9] | ||
Sintong Panjaitan | Operasi Woyla | Keppres No.13/TK/1981 | 28 Maret 1981 | [7][8] |