PT Global Mediacom Tbk
MNC Media & Entertainment
Sebelumnya
Bimantara Citra (30 Juni 1981-27 Maret 2007)
Publik
Kode emitenIDX: BMTR
IndustriKonglomerat (30 Juni 1981-27 Maret 2007)
Media dan telekomunikasi (27 Maret 2007-sekarang)
Didirikan30 Juni 1981 (sebagai Bimantara Citra)
27 Maret 2007 (sebagai Global Mediacom)
PendiriBambang Trihatmodjo
Indra Rukmana
Rosano Barack
Mochamad Tachril Sapi`ie
Kantor
pusat
MNC Tower Lantai 27, Jalan Kebon Sirih Raya No. 17-19, Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat 10340
Tokoh
kunci
Hary Tanoesoedibjo (Direktur Utama)
Rosano Barack (Komisaris Utama)
ProdukMedia dan telekomunikasi
PemilikMNC Asia Holding (45,75%)
Lo Kheng Hong (6,53%)
Publik (47,72%)
Karyawan
9614 orang (Desember 2013)
IndukMNC Asia Holding (11 Juli 2001-sekarang)
Anak
usaha
Media Nusantara Citra
MNC Vision Networks
Infokom Elektrindo
Global Mediacom International
Situs webwww.mediacom.co.id

PT Global Mediacom Tbk (IDX: BMTR) (sebelumnya bernama PT Bimantara Citra Tbk) atau lebih dikenal dengan nama MNC Media & Entertainment[1] merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang investasi pada perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha media dan telekomunikasi. Global Mediacom berpusat di Jakarta, Indonesia, didirikan oleh Bambang Trihatmodjo, Indra Rukmana, Rosano Barack, dan Mochammad Tachril Sapi'ie pada 30 Juni 1981. Saat ini, mayoritas sahamnya dimiliki oleh MNC Asia Holding.

Sejarah

1981-1998

Logo Bimantara Citra (30 Juni 1981-27 Maret 2007)

Global Mediacom didirikan pada 30 Juni 1981[2] dengan nama PT Bimantara Citra oleh Bambang Trihatmodjo, Rosano Barack, dan Mochammad Tachril Sapi'ie. Bergabung juga Indra Rukmana, suami dari kakak Bambang, Siti Hardijanti Rukmana. Nama Bimantara Citra sendiri diberikan oleh Bambang Trihatmodjo, yang artinya kira-kira, siap mengemban tugas yang berat dengan citra yang baik. Bisnis Bimantara awalnya hanya bergerak di bidang teknik dan kontraktor terutama untuk pertambangan,[3] namun kemudian semakin diperluas ke berbagai bidang, seperti pabrik mobil, pabrik petrokimia, transportasi udara, keuangan, perdagangan, perkapalan, bahkan pernah terlibat dalam monopoli perdagangan jeruk pontianak, menjadikannya salah satu konglomerasi terbesar di Indonesia pada era Orde Baru. Selain itu, Bimantara juga mendapatkan saham dalam sejumlah perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia, seperti Nestle. Pada tanggal 17 Juli 1995, perusahaan resmi mencatatkan saham perdananya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya[2] (sekarang Bursa Efek Indonesia).

Pada masa Orde Baru juga, Bimantara bisa dikatakan merupakan sebuah perusahaan yang kontroversial karena bisa bertumbuh beranak-pinak dalam waktu yang cepat. Banyak yang menganggap bahwa keberadaan Bambang Tri sebagai pendiri usaha ini, yang kebetulan merupakan anak ketiga Presiden Soeharto merupakan faktor penting dari "keberhasilan" Bimantara menjadi salah satu konglomerat terbesar di Indonesia pada era Orde Baru. Walaupun ada yang menganggap Bambang sesungguhnya orang yang pintar mengelola bisnis sehingga bisnisnya berhasil, sifat bisnis Bimantara yang "lebih terbuka" dibanding konglomerasi yang lain,[4] dan ia melakukannya untuk kemajuan Indonesia, namun tetap saja faktor koneksi sebagai putra Presiden membuatnya selalu terbawa dalam isu negatif, apalagi pasca kejatuhan Orde Baru. Bahkan, ada yang menyebut Bimantara merupakan singkatan dari Bambang (Trihatmodjo) Ingin Menguasai Nusantara.[5]

Beberapa perusahaan dan tindakan bisnis Bimantara yang dianggap kontroversial, seperti:

Seperti telah disebutkan, unsur kronisme yang ditunjukkan Orde Baru telah membuat sejumlah perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia, harus "terpaksa" menggunakan jalur tikus lewat Bimantara. Beberapa perusahaan asing tersebut, seperti PT Food Specialities Indonesia (Nestle) dan PT Indomiwon Citra Inti yang merupakan kongsi dengan Grup Salim dan Miwon Korea.[13] Namun, kerjasama ini jauh lebih besar terlihat dalam industri kimia dan bahan bakar (gas alam, minyak bumi), misalnya pembentukan PT Trans Javagas Pipeline (dengan ARCO), PT Bimatama Graha Perkasa (dengan Exxon dan Mobil), PT Montrose Pestindo Nusantara (dengan Montrose), PT Wiraswasta Gemilang Indonesia (dengan American Petroleum Institute dan Pennzoil Product Co).[8]

1998-2007

Runtuhnya rezim Orde Baru membuka lembaran baru dalam kehidupan Bimantara. Citra buruk Orde Baru membuat hanya dalam waktu 8 hari setelah ayahnya Soeharto mengundurkan diri (30 Mei 1998), Bambang mengundurkan diri dari Direktur Utama di Bimantara yang sudah dipegangnya sejak 1981.[7] Selain itu, perusahaan ini merupakan salah satu obligor terbesar BPPN senilai Rp 3,24 triliun, dan cabangnya terlalu banyak. Perubahan tersebut diiringi dengan perubahan kepemilikan di Bimantara. Bambang perlahan-lahan melepas kepemilikannya (via PT Asriland) di PT Bimantara yang pada saat itu terlilit hutang, dari 36,51% pada 2000 menjadi 14,32% pada 2003. Saham Bambang itu beralih ke orang yang kini menjadi pemilik perusahaan ini, yaitu Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo (Hary Tanoe atau HT). Hary sebenarnya bukanlah seorang industriawan atau seorang konglomerat besar dari awal, melainkan hanya seorang pemain di industri keuangan dan pasar modal lewat PT Bhakti Investama. HT lewat PT Bhakti Investama meningkatkan kepemilikannya di PT Bimantara secara bertahap: dari 10,72% pada 2001 hingga mencapai 37,60% pada 2003. Pada 30 April 2002, HT dikukuhkan sebagai Presiden Direktur Bimantara. Masuknya HT dalam PT Bimantara ini memang mengagetkan karena dia dianggap pada saat itu tidak punya kekuatan modal besar untuk menguasai "raksasa" bisnis Cendana tersebut. Ada yang menganggap upaya HT ini mendapatkan "bekingan" dari keluarga Cendana sehingga ia hanya sebagai operator, ada rumor yang menuduhnya merupakan kepanjangan tangan Salim Group,[14] rumor lain mengatakan ia diberi modal oleh investor rahasia, bahkan ada juga yang menuduhnya dibantu oleh investor kawakan George Soros.[15] Namun, HT membantah semua itu dalam wawancara tahun 2007 dan menyatakan keberhasilannya lebih disebabkan prestasinya menyehatkan Bimantara dengan meningkatkan kinerjanya dan menjual aset-asetnya yang potensial.[16]

Setelah HT masuk, pada saat itulah Bimantara melakukan "perampingan" dan menyederhanakan fokusnya pada beberapa perusahaan saja, terutama media dari sebelumnya sebuah konglomerasi di banyak bidang. Misalnya, pada 14 April 2001, Bimantara melepaskan saham di PT Danapaints Indonesia, sebuah perusahaan cat senilai Rp 41 miliar. Lalu saham di PT Bimagraha Telekomindo dijual pada Indosat senilai US$ 55,8 juta, saham di PT Samudra Petrindo Asia dijual senilai Rp 36,5 miliar serta saham di PT Bimantara Graha Insurance Brokers dijual senilai Rp 10 juta.[6][17] Selain itu, perusahaan yang bergerak di bidang aviasi seperti Cardig Air dan Jasa Angkasa Semesta dilepas. Sebenarnya, upaya divestasi ini sudah dilakukan di masa Bambang masih menjadi pemilik saham utama, misalnya pada 2000 Bimantara melepas PT Polychem Lindo, PT Aqualindo Mitra Industri, PT Bimantara Cakra Nusa, PT Plaza Indonesia Realty, PT Nestle Indonesia (ke Nestle) dan PT Citramobil Nasional (ke Hyundai). Anak perusahaan Bimantara yang di Singapura, Van der Horst Ltd dan Osprey Maritim juga dilepas. Penjualan perusahaan Bimantara ini digunakan dalam rangka untuk merestrukturisasi perusahaan dan membayar hutang ke BPPN.[17][18]

Namun, di bawah HT divestasi dipercepat pada perusahaan yang tidak berhubungan dengan media, sedangkan investasi/akuisisi di perusahaan media seperti MetroTV (dilepas pada 2003), Global TV (sejak 2001, dari tangan PT Titian Paraputra Sejahtera),[1][19] TPI (sejak 2003), Indovision, Radio Trijaya, serta telekomunikasi seperti Mobile-8 Telecom berusaha ditingkatkan.[16] Menurut HT, ketika ia masuk Bimantara, ia ditawari langsung oleh Bambang untuk membeli sahamnya sebesar 25%. HT menyatakan ia langsung membeli saham itu dengan dana sendiri dan ia menyesuaikan dengan situasi di mana Bimantara masih memiliki kapitalisasi pasar yang rendah. Ketika terlibat dalam pengelolaan Bimantara itulah ia tertarik dengan anak perusahaan Bimantara RCTI dan industri media penyiaran. RCTI memang dibanding perusahaan lain paling berperan memberikan untung, dengan pada 2002 40% pendapatannya berasal dari TV ini.[16][20]

2007-sekarang

Logo Global Mediacom (2007-2023)
Logo MNC Media & Entertainment (2023-sekarang)

Untuk mengubah fokus bisnis dari konglomerat ke media dan telekomunikasi, pada 27 Maret 2007 berganti nama menjadi Global Mediacom, yang artinya kira-kira, perusahaan media dan telekomunikasi yang menjadi pemain di tingkat global.[16] Seiring waktu, kemudian kepemilikan Global Mediacom menjadi berada di bawah pengendalian HT sedangkan saham Bambang Tri (lewat PT Asriland) semakin merosot. Walaupun awalnya sempat bertahan sampai tahun 2012 lewat saham sekitar 10-14%, saham Bambang (PT Asriland) akhirnya lenyap pada awal 2012, yang diperkuat dengan mundurnya Bambang Tri dan Mohammad Tachril Sapi'ie dari jajaran manajemen Global Mediacom pada akhir April 2012. Sejak saat itu, saham Global Mediacom berada sepenuhnya di bawah kepemilikan HT, bahkan saat ini sudah mencapai 55%. Walaupun demikian, HT masih mempertahankan beberapa "orang lama" di Global Mediacom seperti Rosano Barack.

Direktur Utama Global Mediacom saat ini adalah Hary Tanoesoedibjo.

Komposisi kepemilikan saham

Pemegang Saham Total Kepemilikan Persentase
PT MNC Asia Holding Tbk (sebelumnya bernama PT MNC Investama Tbk dan PT Bhakti Investama Tbk) 7.528.462.880 55.95%
Rosano Barack (Komisaris Utama) 45.410.000 0.34%
Indra Pudjiastuti Prastomiyono (Direktur Independen) 18.737.500 0.14%
Hary Tanoesoedibjo (Direktur Utama) 16.103.940 0.22%
Ruby Panjaitan (Direktur) 9.462.500 0.07%
Syafril Nasution (Direktur) 7.699.500 0.06%
Christophorus Taufik Siswandi (Direktur) 737.000 0.01%
Publik (di bawah 5%) 5.853.957.610 43.51%

Direksi dan Komisaris

Daftar direktur utama

No. Nama Awal jabatan Akhir jabatan
1 Bambang Trihatmodjo 1984 1998
2 Mochamad Tachril Sapi`ie 1998 2000
3 Joseph Dharmabrata 2000 2002
4 Hary Tanoesoedibjo 2002 sekarang

Direksi saat ini

Struktur dewan direksi Global Mediacom saat ini adalah sebagai berikut:

No. Nama Jabatan
1 Hary Tanoesoedibjo Direktur Utama
2 Ruby Panjaitan Direktur
3 Syafril Nasution Direktur
4 Christophorus Taufik Siswandi Direktur
5 Indra Pudjiastuti Prastomiyono Direktur Independen

Komisaris saat ini

Struktur dewan komisaris Global Mediacom saat ini adalah sebagai berikut:

No. Nama Jabatan
1 Rosano Barack Komisaris Utama
2 Mohamed Idwan Ganie Komisaris Independen
3 John Aristianto Prasetio Komisaris Independen
4 Beti Puspitasari Santoso Komisaris Independen

Unit usaha

Berikut ini merupakan anak usaha BMTR berdasarkan laporan keuangan.[21]

Media berbasis konten perusahaan dan iklan

Media berbasis pelanggan

Infrastruktur telekomunikasi dan teknologi informasi

Investasi dan lainnya

Perusahaan yang pernah tercatat dimiliki (secara langsung)

Meliputi:[22][23][24]

Catatan:

  1. ^ a b c d e f g Saat ini masih menjadi bagian MNC Group. Ada yang masih menggunakan nama aslinya, tapi ada juga yang sudah berganti nama

Hampir semua perusahaan non-media, dilepas oleh BMTR pada 2000-2006 seiring dengan restrukturisasi dan perubahan kepemilikan. Sedangkan PT Mobile-8 Telecom dilepas pada 2008-2010, Metro TV dilepas pada 2003 dan PT Citra Kalimantan Energi dilepas pada 2017. Namun, untuk beberapa perusahaan lain, hanya berpindah induk (bukan kepemilikan), seperti RCTI dialihkan kepada anak usahanya yaitu PT Media Nusantara Citra dan PT Citra International Finance and Investment Corporation (lalu berubah nama menjadi MNC Finance) kini menjadi dibawah PT MNC Kapital Indonesia. Terkhusus Plaza Indonesia, juga sempat dialihkan ke perusahaan lain, namun pada Agustus 2017 akhirnya dilepas oleh perusahaan MNC Group, PT MNC Land Tbk.[25]

Referensi

  1. ^ a b MNC Media Corporate Structure
  2. ^ a b "Company Profile". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-06. Diakses tanggal 2015-05-16. 
  3. ^ a b "Visualisasi hasil pembangunan Orde Baru Pelita I, Pelita II ..., Volume 2". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-06. Diakses tanggal 2021-02-28. 
  4. ^ "SUHARTO'S SON RISES". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-05. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  5. ^ "Kisah Hary Tanoe Singkirkan Bambang Tri, Anak Soeharto Dari "RCTI" Dan "Bimantara"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-07. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  6. ^ a b "Televisi Jakarta di atas Indonesia: Kisah Kegagalan Sistem Televisi Berjaringan di Indonesia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-06. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  7. ^ a b "Historia Bisnis: Ketika Anak-Anak Pak Harto Bersaing Bikin Mobil". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-06. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  8. ^ a b "Korupsi Kepresidenan". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-06. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  9. ^ "Indonesia Beyond Suharto". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-06. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  10. ^ "" KERAKUSAN $OEHARTO DAN KELUARAGANYA"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-05. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  11. ^ "Asian Development Experience Vol. 2: The Role of Governance in Asia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-06. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  12. ^ "Menuju Riau berdaulat: Penjarahan minyak Riau, Volume 1". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-06. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  13. ^ "Harta Soeharto". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-06. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  14. ^ "Salim Tidak Membonceng Bhakti Masuk Bimantara". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-30. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  15. ^ "Bambang Tri, Pendiri RCTI, Tersingkir Atau Disingkirkan Hary Tanoe?". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-30. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  16. ^ a b c d "Mengapa Orang Masih Mengira yang Lain?". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-31. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  17. ^ a b "Ekonomi Politik Media Penyiaran". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-06. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  18. ^ "Gamma, Volume 2,Masalah 33-40". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-06. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  19. ^ "MNC Media New Corporate Structure". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-05. Diakses tanggal 2015-04-25. 
  20. ^ "Hary Tanoe Bantah Kekayaannya Warisan Keluarga Cendana". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-05. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  21. ^ Laporan Keuangan PT MNC Investama Tbk Q4 tahun 2021 (PDF) (Laporan). Jakarta: MNC Corporation. 11 April 2022. 
  22. ^ "Prospektus Bimantara Citra 1995" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-12-28. Diakses tanggal 2021-02-25. 
  23. ^ "Laporan Keuangan Q1 BMTR 2004" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2023-04-05. Diakses tanggal 2021-02-25. 
  24. ^ "Prospektus Bimantara-ID 1995" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2023-04-05. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  25. ^ "Hary Tanoe Akan Lepas Seluruh Saham di Plaza Indonesia Realty". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-06. Diakses tanggal 2021-02-26. 

Pranala luar