Bagian dari seri tentang |
Buddhisme |
---|
![]() |
Alam Kehidupan atau Kosmologi Buddhisme adalah penggambaran bentuk dan evolusi alam semesta menurut Buddhisme yang sesuai dengan kitab Tipitaka dan Atthakatha. Kosmologi dalam Buddhisme terdiri dari dua bentuk kosmologi, yaitu kosmologi temporal dan kosmologi spasial. Kosmologi temporal menurut Kitab Visuddhimagga merupakan pembagian keberadaan dunia menjadi empat periode yang berbeda, yaitu periode kehancuran (saṁvaṭṭa); periode diam atau stabil dalam keadaan hancur (saṁvaṭṭaṭṭhāyī); periode terbentang, mengembang, atau pembentukan kembali (vivaṭṭa); dan periode kestabilan setelah perkembangan (vivaṭṭaṭṭhāyī). Kosmologi spasial terdiri atas kosmologi vertikal berkaitan dengan wujud, karakteristik, makanan, jangka hidup, dan keindahan makhluk-makhluk; dan kosmologi horizontal yang merupakan pembagian sistem dunia menjadi lembaran-lembaran dunia yang tampaknya tak terbatas.[1][2] Kosmologi spasial menurut Buddhisme terbagi atas tiga kategori utama, yaitu alam lingkup indriawi, alam lingkup materi halus, dan alam lingkup non-materi.[3]
Empat periode perubahan alam semesta menurut Visuddhimagga:
Satu rentang waktu sejak periode pembentukan hingga kehancuran alam semesta disebut sebagai satu kalpa (Pāli: kappa).
Kosmologi vertikal dibagi menjadi tiga kelompok alam, atau dhātu: alam tanpa bentuk (ārūpadhātu), yang berhubungan dengan jhāna tanpa bentuk; alam bentuk (rūpadhātu), berhubungan dengan rūpa jhāna; dan alam nafsu-keinginan (kamadhātu). Tiga kelompok alam ini berisi tiga puluh satu alam kehidupan, masing-masing berhubungan dengan jenis mentalitas yang berbeda. Ketiga alam ini (tridhātu, trailokya) adalah Alam Tanpa Bentuk (ārūpadhātu), yang terdiri dari empat alam; Alam Bentuk (rūpadhātu), yang terdiri dari enam belas alam; dan Alam Nafsu-Keinginan (kāmadhātu), yang terdiri dari lima belas alam.
Alam surga dan Brahmā yang dimaksud adalah Alam yang Penuh Kebahagiaan Indriawi (kāmasugatibhūmi), Alam Brahmā Materi-Halus (rūpāvacarabhūmi), dan Alam Brahmā Nonmateri (arūpavacarabhūmi).
Di atas “Alam yang Penuh Kebahagiaan”, ada 20 Alam Brahmā yang merupakan “alam surga” tertinggi di sistem kosmologi Buddhis. Terdiri dari lima jenis alam sebagai berikut:
Nomor 1-4 merupakan Alam Materi-Halus (rūpāvacarabhūmi), totalnya ada 16 alam. Disebut demikian karena para brahmā yang tinggal di alam-alam ini memiliki tubuh yang sangat halus dan bahkan beberapa jenis materi sudah tidak ada di tubuh mereka. Nomor 5, yakni Alam Nonmateri (arūpavacarabhūmi), berlokasi di atas Alam Materi-Halus (rūpāvacarabhūmi). Alam ini terdiri dari 4 tingkatan. Disebut sebagai “Alam Nonmateri” karena makhluk yang terlahir di alam ini tidak memiliki tubuh jasmani sama sekali. Eksistensi kehidupan mereka hanyalah berupa fenomena mental atau batin.
Alam Materi-Halus adalah alam kelahiran untuk mereka yang di kehidupan terakhirnya menguasai salah satu dari jhāna materi-halus hingga di detik-detik menjelang kematiannya. Kelahiran di alam ini tidak akan bisa dicapai oleh mereka yang pada awalnya menguasai jhāna materi-halus dan di kemudian hari kehilangan jhāna-nya sebagai akibat kelalaian karena jarang berlatih atau karena terganggu oleh kilesa-kilesa yang kasar. Alam Nonmateri merupakan alam untuk mereka yang di kehidupan sebelumnya menguasai jhāna nonmateri hingga di detik-detik menjelang kematiannya. Singkatnya, seseorang perlu melakukan satu dari 8 kamma baik yang berat:
Alam yang Penuh Kebahagiaan Indriawi (kāmasugatibhūmi) terdapat 7 tingkatan:
Dinamakan “Alam yang Penuh Kebahagiaan Indriawi” karena para makhluk yang terlahir di alam-alam ini merasakan kebahagiaannya dengan bersandar pada pancaindra mereka. Dari 7 alam tersebut, 6 alam di atas alam manusia adalah "alam surga" yang dikenal oleh Buddhisme.
Pada intinya, sebab-sebab kelahiran di alam surga diuraikan dari penjagaan terhadap moralitas (pañcasīla) Buddhis melalui Sepuluh Jalan Kamma Baik (kusalakammapatha):
Selain sepuluh jalan kamma baik di atas, juga dikenal sepuluh kamma baik lagi, yakni sepuluh landasan perbuatan baik (dasa-puñña-kiriya-vatthu):
Alam Kemalangan atau Alam Tanpa Kebahagiaan (apāya bhūmi atau kāmaduggati bhūmi):
Dari empat alam apāya, ada 3 alam yang hidup bersama dengan manusia yaitu binatang, peta, dan asura. Mereka yang ada di neraka hidup dengan lokasi yang berbeda—di dalam bumi.
Makhluk yang terlahir di empat alam ini akan menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam penderitaan. Walaupun kesadaran yang baik bisa muncul di alam-alam ini, tetapi, disebabkan oleh buah kamma buruk yang masak silih berganti, mereka tetap saja kesulitan menjaga batinnya untuk tetap tenang dan damai. Kesulitan, kesakitan, penderitaan dan kemalangan yang mereka alami di sepanjang kehidupannya jauh lebih banyak dibandingkan dengan kemudahan, keberuntungan, dan kebahagiaan.
Seseorang masih mungkin terlahir kembali di 4 alam rendah jika belum mencapai tingkat kesucian pertama, yakni sotāpanna. Ada berbagai sebab kelahiran di alam-alam yang menyedihkan. Pada intinya, sebab-sebab tersebut diuraikan dari pelanggaran terhadap moralitas (pañcasīla) Buddhis melalui Sepuluh Jalan Kamma Tidak Baik (akusalakammapatha):
Sebab pasti terlahir di neraka adalah melakukan lima kamma yang keji (ānantariyakamma), yakni:
Selain itu, 3 kelompok pandangan-salah juga bisa menyebabkan kelahiran di Neraka Avīci:
Kosmologi Buddha yang konsisten diri, yang disampaikan dalam komentar terhadap Abhidhamma Pitaka dalam tradisi Theravada dan Mahayana, merupakan hasil akhir dari analisis dan rekonsiliasi komentar-komentar perihal kosmologi yang dapat dijumpai pada sutta-sutta Buddha dan tradisi vinaya. Tidak ada satu pun sutta yang menyampaikan struktur jagat raya secara keseluruhan, tetapi terdapat beberapa sutta di mana sang Buddha menjelaskan tentang dunia dan keberadaan makhluk lain serta beberapa sutta lainnya yang menceritakan di mana sang Buddha menjelaskan asal mula dan kehancuran jagat raya.[4]
Perlu diperhatikan, penggambaran jagat raya dalam kosmologi Buddha tidak dapat dipahami secara harfiah sebagai bentuk sebenarnya dari jagat raya itu sendiri. Hal itu disebabkan penggambarannya yang tidak konsisten dan tidak dapat dikonsistenkan dengan data-data astronomis yang ada, bahkan sejak zaman peradaban kuno di India. Akan tetapi, penggambaran jagat raya yang demikian dalam kosmologi Buddha tidak dimaksudkan untuk dipandang dengan pemikiran dan pandangan biasa manusia, melainkan dimaksudkan untuk dipandang dengan (Pali: dibbacakkhu) yang berarti pengelihatan ilahi di mana para Buddha dan Arhat telah mengembangkan kemampuan tersebut dan dengan kemampuan tersebut mereka dapat mengetahui dan melihat semua dunia lainnya serta makhluk-makhluk yang muncul dan lenyap dalam semua dunia tersebut, bahkan para Buddha dan Arhat pun dapat mengetahui keadaan mereka di kehidupan mereka yang sebelumnya dan akan seperti apa keadaan mereka di kehidupan mereka yang berikutnya.
Having developed loving kindness for seven years, he did not come to this world for seven forward and backward world cycles.
I did not return to this world for seven aeons of world-contraction and world-expansion.