Sultan Maulana Yusuf Al-Bantani
Makam Maulana Yusuf di Banten pada tahun 1920-an
Sultan Banten Ke-2
Masa jabatan
1570–1585
Informasi pribadi
Lahir
Maulana Yusuf
Meninggal1585
AgamaIslam
PasanganRatu Hadijah
Anak
Orang tua
DenominasiSunni
Dikenal sebagaiPenakluk Kerajaan Sunda
Pemimpin Muslim
PendahuluFatahillah
PenerusAbdur Rauf al-Bantani

Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan merupakan putra dari Maulana Hasanuddin pendiri Kesultanan Banten. Ia melanjutkan kekuasaan bapaknya di Banten dalam rentang waktu 1570 - 1585.

Selama satu dekade kekuasannya, Maulana Yusuf menitikberatkan perhatiannya pada pengembangan kota (sekarang Banten Lama), keamanan wilayah, perdagangan dan pertanian, serta melanjutkan politik ekspansi ayahnya. Salah-satu pencapaian terbesarnya adalah menaklukkan Pulasari dan Pakwan Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda di tahun 1579.[1] Penaklukkan ini dilandasi oleh tekadnya untuk menyebarkan agama Islam hingga ke pedalaman Banten dan menghilangkan ancaman Kerajaan Sunda yang masih bercorak Hindu. Sejak penaklukan tersebut, agama Islam semakin tersebar luas di daerah Banten dan Jawa Barat. Di masa pemerintahannya, Kesultanan Banten mengalami era kejayaan dimana Banten berkembang menjadi salah-satu pusat perdagangan terpenting di Asia Tenggara.[2]

Silsilah Maulana Yusuf adalah putra Sultan Maulana Hasanuddin, raja pertama Kesultanan Banten dari wangsa Azmatkhan, dan Ratu Ayu Kirana. Ia juga merupakan salah-satu cucu dari Sunan Gunung Jati dan cicit dari raja Champa Syarif Abdullah Umdatuddin.[3] Oleh karenanya Maulana Yusuf masih berkerabat dengan para sultan Cirebon dan penguasa kerajaan Sunda.[4]

Ia menikah dengan Ratu Hadijah dan mempunyai dua anak, yaitu Ratu Winaon dan Pangeran Muhammad. Pangeran Muhammad inilah yang nantinya meneruskan takhta dan menjadi raja ketiga Kesultanan Banten.

Masa pemerintahan

Sebagai upayanya mengembangkan Banten Lama untuk menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan internasional, Sultan Maulana Yusuf memusatkan perhatiannya pada bidang ekonomi dan pertanian. Sektor perdagangan yang telah dibangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin menjadi semakin besar dan ramai. Ketika Sultan Maulana Yusuf berkuasa, Banten menjadi tempat distribusi barang dagangan dari penjuru dunia. Para pedagang dari Cina, Arab, Persia, Gujarat, Eropa (terutama Portugal), serta pedagang dari seluruh pelosok nusantara saling bertukar barang dagangannya di Banten.[5]

Situasi perdagangan yang ramai itu pada akhirnya mendorong para pendatang untuk menetap. Oleh karena itu, dibuatlah aturan penempatan penduduk sesuai dengan keahlian, daerah asal, serta jabatan tertentu. Berikut pembagiannya:

Sultan Maulana Yusuf memberikan dukungan kepada rakyatnya untuk mengembangkan lahan persawahan. Caranya dengan membuka daerah-daerah baru di wilayah Serang. Pemenuhan kebutuhan air untuk lahan persawahan yang telah dibuat dilakukan dengan pembuatan saluran irigasi dan bendungan.[7] Perhatiannya yang besar terhadap agama Islam dibuktikan dengan memperluas serambi Masjid Agung yang dibangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin. Sebagai kelengkapan, dibangunlah menara dengan bantuan seorang arsitek muslim asal Mongolia bernama Cek Ban Cut.

Penaklukan Pakwan Pajajaran dan akhir hidup

Berdasarkan Sejarah Banten, setelah Maulana Hasanuddin meninggal pada tahun 1570, Maulana Yusuf naik tahta, kemudian melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda, dengan menaklukan Pakuan Pajajaran dan Pulasari pada tahun 1579.[8]

Dalam rangka ekspansi wilayah dan penyebaran agama Islam, Sultan Maulana Yusuf memperluas pengaruhnya hingga ke pedalaman.[9] Di tahun 1579, Kesultanan Banten di bawah pemerintahannya berhasil menaklukkan Pakwan Pajajaran. Penaklukan ini mengakibatkan berakhirnya pemerintahan Kerajaan Sunda di wilayah Jawa Barat.[10] Penaklukan ini membuat Islam semakin tersebar luas di Jawa Barat. Dalam penaklukkan ini, banyak penguasa dan alim-ulama yang ikut bersama Sultan Maulana Yusuf. Oleh karena itu, ponggawa-ponggawa yang ditaklukkan lalu diislamkan tetapi dibiarkan untuk memegang jabatannya semula. Berakhirnya kekuasaan Pajajaran ditandai dengan diboyongnya batu Palangka Sriman Sriwacana (singgasana raja), dari Pakuan ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu diboyong karena tradisi politik agar di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru. Setelah Pakuan ditelantarkan, diperkirakan terdapat sejumlah punggawa istana yang memilih meninggalkan keraton dan berpindah ke daerah kabuyutan di Lebak. Mereka menetapkan tata cara kehidupan lama yang ketat dan sekarang dikenal sebagai orang Baduy. Sultan Maulana Yusuf kemudian wafat pada 1585 M karena sakit dan dimakamkan di Pekalangan Gede, dekat kampung Kasunyatan sekarang. Karena itu, setelah meninggal ia diberi gelar Pangeran Panembahan Pekalangan Gede atau Pangeran Pasarean.[butuh rujukan]

Silsilah

Sultan Maulana Yusuf adalah putra dari Maulana Hasanuddin yang merupakan putra dari Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Silsilahnya tercatat ada berbagai versi diantaranya:

Naskah Negarakertabumi

Naskah Kaprabonan

Kitab Purwaka Caruban Nagari

Kitab Syamsu Azh Zhahirah fi Nasabi Ahli al-Bait

Sebagaimana yang tercatat dalam silsilah Syarif Hidayatullah di sebuah organisasi peneliti nasab Naqobatul Asyrof al-Kubro dan Rabithah Alawiyah, yang juga tercantum dalam kitab Syamsu Azh Zhahirah fi Nasabi Ahli al-Bait karya ulama Yaman, Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur, silsilah lengkap Syarif Hidayatullah adalah sebagai berikut:[12][13]

Kajian Manaqib Sayyid Yusuf Al-Anggawi Al-Hasani Songenep

Kajian ini berdasarkan silsilah raja-raja Sumenep yang bersambung pada trah Kesultanan Banten yaitu Panembahan Somala bin Raden Mas Tirtanegara bin Mas Tumenggung Kartonegoro (Jayapuspita) bin Mas Adipati Djoyodirono Onggowongso (Jangrana/Pangeran Purbaya) bin Sultan Ageng Tirtayasa. Manaqib Sayyid Yusuf Al-Anggawi Al-Hasani Songenep ditulis oleh Sayyid Salim bin Ahmad bin Jindan dan Habib Alwi bin Abi Bakri bin Bil Faqqi.

Rujukan

  1. ^ Darmawidjaja (1968). Orang Baduj: harimau djadi-djadian. Kinta. 
  2. ^ M.Hum, Ikot Sholehat. PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR ABAD XVI-XVII. Uwais Inspirasi Indonesia. ISBN 978-623-227-199-9. 
  3. ^ Aizid, Ustad Rizem (2016). Sejarah Islam Nusantara: Dari Analisis Historis hingga Arkeologis tentang Penyebaran Islam di Nusantara. DIVA PRESS. ISBN 978-602-391-299-5. 
  4. ^ M.Fil.I, Dr Ahmad Choirul Rofiq (2019). Cara Mudah Memahami Sejarah Islam. IRCiSoD. ISBN 978-602-7696-83-9. 
  5. ^ Effendy, Mochtar (2001). Ensiklopedi agama dan filsafat. Penerbit Universitas Sriwijaya. ISBN 978-979-587-151-4. 
  6. ^ Mansur, Khatib (2001). Perjuangan rakyat Banten menuju provinsi: catatan kesaksian seorang wartawan. Kadin Banten. ISBN 978-979-9258-07-6. 
  7. ^ Argadia, Yosep Riva (November 2019). Permanawiyat, Widhi, ed. Profil Budaya dan Bahasa Kota Serang Provinsi Banten (PDF). Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 2. ISBN 978-602-8449-19-9. 
  8. ^ Hasan Muarif Ambary, Jacques Dumarçay, (1990), The Sultanate of Banten, Gramedia Book Pub. Division, ISBN 979-403-922-5
  9. ^ MARDIYONO, P. (2021). GENEALOGI KERAJAAN ISLAM DI JAWA Menelusuri Jejak Keruntuhan Kerajaan Hindu dan Berdirinya Kerajaan Islam di Jawa. Araska Publisher. ISBN 978-623-7910-80-0. 
  10. ^ BPS Provinsi Banten (2019). Pariwisata Banten dalam Angka Tahun 2019 (PDF). Dinas Pariwisata Provinsi Banten. hlm. 48. 
  11. ^ Pangeran Raja (PR) Aria Cirebon. 1720. Purwaka Caruban Nagari. Cirebon: Kesultanan Kacirebonan
  12. ^ "Syamsu Azh Zhahirah Fi Nasabi Ahli Al-Bait oleh Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur" (PDF). https://archive.org/. 2016-05-23. Diakses tanggal 2017-04-21.  Hapus pranala luar di parameter |publisher= (bantuan)
  13. ^ "Silsilah Sunan Gunung Jati Cirebon / Syarif Hidayatullah dan Keturunannya di Cirebon & Banten | Ranji Sarkub". Ranji Sarkub. 2015-06-18. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-29. Diakses tanggal 2017-04-29. 
Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Maulana Hasanuddin
Penguasa Banten
1570 - 1585
Diteruskan oleh:
Maulana Muhammad