Data teknis | |
---|---|
Sumber tenaga | Uap |
Produsen | Schweizerische Lokomotiv-und Maschinenfabrik Swiss, Armstrong-Whitworth dan Werkspoor, Amsterdam, Belanda |
Model | Baltic |
Tanggal dibuat | 1916-1922 |
Jumlah dibuat | 39 unit |
Spesifikasi roda | |
Notasi Whyte | 4-6-4T |
Susunan roda AAR | 2-C-2 |
Klasifikasi UIC | 2C2 |
Dimensi | |
Lebar sepur | 1.067 mm |
Diameter roda | 1.350 mm |
Panjang | 11.830 mm |
Lebar | 2.620 mm |
Tinggi maksimum | 3.780 mm |
Jarak antara alat perangkai | 12.790 mm |
Tinggi alat perangkai | 765 mm |
Berat | |
Berat kosong | 49,5 ton |
Berat siap | 66 ton |
Berat adhesi | 33,3 ton |
Bahan bakar | |
Jenis bahan bakar | Kayu, Batubara, Minyak Residu |
Kapasitas bahan bakar | Batubara 3 m³ Kayu 1,9 m³ |
Sistem mesin | |
Ukuran silinder | 450mm x 550mm |
Kinerja | |
Kecepatan maksimum | 100 km/h |
Daya mesin | 760 hp |
Jari-jari lengkung terkecil | 120 m |
Lain-lain |
Lokomotif C27 didatangkan ke Indonesia pada masa penjajahan Belanda, antara tahun 1916-1922. Tidak kurang dari 39 unit lokomotif ini dipesan dari beberapa pabrik, yakni Werkspoor, Amsterdam, Belanda, Armstrong-Whitworth, dan SLM (Schweizerische Lokomotiv-und Maschinenfabrik) Swiss.[1]
Pada masa itu, ternyata Jakarta dan Surabaya sudah cukup padat penduduk. Lokomotif-lokomotif yang sudah ada dianggap tidak memadai, entah terlalu tua, terlalu lambat atau tidak cukup kuat. Maka pada tahun 1916 dipesanlah ke Swiss sejumlah lokomotif yang memenuhi syarat-syarat antara lain daya tarik sekurang-kurangnya 6000 kg, mampu menghela rangkaian seberat 400 ton dengan kecepatan 50 km/h pada tanjakan 0,5 persen dan tikungan dengan radius 180 m. Ia juga harus mampu membelok di tikungan dengan radius setaham 120 m dan kecepatan sebesar 80 km/h. Semua persyaratan ini mampu dipenuhi oleh lokomotif C27, yang kemudian dipergunakan di jalur kereta api sekitar Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Namun lokomotif ini agaknya bernasib malang, karena di bawah bayang-bayang adiknya yang perkasa, yaitu C 28 yang merupakan salah satu lokomotif tercepat di Indonesia yang menggantikannya untuk menarik rangkaian-rangkaian penglaju, juga karena pada tahun 1925-1930 jalur kereta api di sekeliling Jakarta dielektrifikasi. Lokomotif C27 kemudian disingkirkan ke jalur-jalur yang tidak terlalu penting, misalnya di Banten (Merak-Tanah Abang), jalur sekitar Kertosono-Blitar, dan juga jalur antara Purwokerto-Kutoarjo-Purworejo. Pada masa itu, C27, C28 dan D52 masih dipercayai untuk menarik kereta api cepat KA Rapih Dhoho, di jalur antara Kertosono hingga Blitar.
Susunan roda 4-6-4T yang simetris memberikan kestabian dan kemudahan penggunaaan lokomotif ini dalam keadaan maju ataupun mundur. Roda penggerak dengan diameter sebesar 1.350 mm masih memungkinkannya untuk mencapai kecepatan 80 km/h pada kereta penumpang, tetapi masih cukup mampu pula menghela kereta barang. Bahkan menjelang akhir hayatnya, lokomotif ini tidak jarang digunakan sebagai lokomotif langsir di berbagai daerah.
Pada saat ini, hanya dua unit lokomotif C27 yang tersisa, yaitu C2710 Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan C2728 di Museum Kereta Api Ambarawa.
Pada tahun 1969 hingga 1971, alokasi C27 adalah sebagai berikut: